Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Budidaya Tanaman Sagu di Dataran rendah

Budi Iman Hasan

Tanaman Sagu

Sagu (Metroxylon sp.) diyakini berasal dari Maluku dan Irian. Saat ini, belum ada data yang menunjukkan kapan sagu pertama kali dikenal. Di wilayah Indonesia bagian timur, sagu telah lama digunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya, terutama di Maluku dan Irian Jaya.

Kec. Malangke Barat, Kab Luwu Utara, Sulawesi Selatan
Kec. Malangke Barat, Kab Luwu Utara, Sulawesi Selatan


Sagu yang berasal dari genus Metroxylon secara umum dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang berbunga atau berbuah dua kali (Pleonanthic) dan yang berbunga atau berbuah sekali (Hapaxanthic). Sagu yang berbunga atau berbuah sekali memiliki nilai ekonomis yang penting, karena kandungan karbohidratnya lebih tinggi. 5 varietas dari golongan ini, yaitu:

  1. Metroxylon sagus, Rottbol atau sagu molat.
  2. Metroxylon rumphii, Martius atau sagu Tuni.
  3. Metroxylon rumphii, Martius varietas Sylvestre Martius atau sagu ihur.
  4. Metroxylon rumphii, Martius varietas Longispinum Martius atau sagu Makanaru.
  5. Metroxylon rumphii, Martius varietas Microcanthum Martius atau sagu Rotan. 

Dari kelima varietas tersebut, yang memiliki potensi ekonomis untuk di budidayakan adalah Ihur, Tuni, dan Molat.

Sagu memiliki peranan sosial, ekonomi, dan budaya yang cukup penting di Propinsi Papua karena merupakan makanan pokok bagi masyarakat yang bermukim di daerah pesisir. Pertanaman sagu di Papua cukup luas, meskipun luas arealnya belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan data penelitian dan pengembangan pertanian, diperkirakan luas hutan sagu di Papua mencapai 980.000 ha dan kebun sagu 14.000 ha, yang tersebar di beberapa daerah, seperti Salawati, Teminabuan, Bintuni, Mimika, Merauke, Wasior, Serui, Waropen, Membramo, Sarmi, dan Sentani.


 Sentra penanaman sagu di dunia terdapat di Indonesia dan Papua Nugini, dengan luasan budi daya penanamannya mencapai 114.000 ha dan 20.000 ha. Sementara itu, luas penanaman sagu sebagai tanaman liar di Indonesia terdapat di Irian Jaya, Maluku, Riau, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan. Di daerah tempat saya tinggal (Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan), sagu merupakan salah satu makanan pokok yang sangat populer dan digemari oleh semua kalangan. Tak heran jika ada yang berkata "rasanya tak lengkap bila dalam sehari tak mengonsumsi kapurung" (ada juga yang menyebutnya pugalu). Selain itu, sagu kini dapat diolah menjadi berbagai kreasi makanan.


Syarat Tumbuh Tanaman Sagu

Jumlah curah hujan yang optimal bagi pertumbuhan sagu berkisar antara 2.000-4.000 mm/tahun, yang tersebar merata sepanjang tahun. Sagu dapat tumbuh hingga ketinggian 700 m di atas permukaan laut (dpl), namun produksi sagu terbaik terjadi hingga ketinggian 400 m dpl. Suhu optimal untuk pertumbuhan sagu berkisar antara 24,50-29 ⁰C, dengan suhu minimal 15 ⁰C, dan kelembaban nisbi 90%. Sagu dapat tumbuh baik di daerah dengan garis lintang 100 LS-150 LU dan garis bujur 90-180 derajat BT, yang menerima energi cahaya matahari sepanjang tahun. Sagu juga dapat ditanam di daerah dengan kelembaban nisbi udara 40%, dengan kelembaban optimal untuk pertumbuhannya adalah 60%.


Tanaman sagu membutuhkan air yang cukup, namun penggenangan permanen dapat mengganggu pertumbuhannya. Sagu tumbuh di daerah rawa yang berair tawar atau daerah rawa yang bergambut, serta di daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air, atau di hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi. Sagu juga dapat tumbuh di tanah mineral di rawa-rawa air tawar dengan kandungan tanah liat >70% dan bahan organik 30%. Pertumbuhan sagu yang paling baik terjadi pada tanah liat kuning coklat atau hitam dengan kadar bahan organik tinggi. Sagu bisa tumbuh pada tanah-tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah kuning, alluvial, hidromorfik kelabu, serta tipe-tipe tanah lainnya. Sagu mampu tumbuh pada lahan yang memiliki keasaman tinggi, dengan pertumbuhan yang paling baik terjadi pada tanah dengan kadar bahan organik tinggi dan bereaksi sedikit asam, dengan pH 5,5-6,5.

Sagu tumbuh terbaik pada tanah yang memiliki pengaruh pasang surut, terutama bila air pasang tersebut merupakan air segar. Lingkungan yang paling baik untuk pertumbuhannya adalah daerah yang berlumpur, di mana akar nafas tidak terendam. Pertumbuhan tanaman sagu juga dapat dipengaruhi oleh adanya unsur hara yang disuplai dari air tawar, seperti potasium, fosfat, kalsium, dan magnesium.

Hutan sagu adalah hutan yang didominasi oleh tanaman sagu, namun juga terdapat beragam jenis tanaman lain yang tumbuh di kawasan tersebut. Dalam satu kawasan hutan sagu, tidak hanya tumbuh satu jenis sagu saja, tetapi terdapat beragam jenis tanaman sagu dan struktur tanaman.


Perbanyakan Tanaman Sagu

Teknologi perbanyakan tanaman sagu dapat dilakukan dengan metode generatif atau vegetatif. Secara generatif, perbanyakan tanaman sagu dilakukan dengan menggunakan biji yang berasal dari buah tua yang rontok dari pohon. Biji yang digunakan adalah biji yang berasal dari pohon induk yang sehat, subur, dan produktif. 


Sementara perbanyakan tanaman sagu secara vegetatif dapat dilakukan dengan menggunakan bibit berupa anakan yang melekat pada pangkal batang induknya, yang disebut dangkel atau abut (tidak termasuk yang berasal dari stolon).


Pengelolaan Lahan Tanaman Sagu

Lahan dibersihkan dari semua vegetasi dengan diameter kurang dari 30 cm yang terdapat di bawah permukaan tanah, serta semua pohon yang tinggal. Vegetasi kecil dan ranting-ranting kecil tersebut dibakar dan abunya digunakan sebagai pupuk. Pokok-pokok batang yang besar yang sulit dikerjakan penggaliannya dapat ditinggalkan di lahan, kecuali pokok-pokok yang ada di calon baris tanaman harus dibersihkan. Selanjutnya, drainase yang cukup dibuat.


Penanaman dan Penyulaman Tanaman Sagu

Penanaman dilakukan dengan sistem blok dengan jarak tanam yang bervariasi antara 8-10 meter, sehingga satu hektar hanya dapat menampung lebih dari 150 titik tanaman. Lubang tanam digali sebulan atau selambat-lambatnya 1 minggu sebelum penanaman dengan ukuran lubang 30x30x30 cm. Tanah yang tergali dari bagian atas dipisahkan dari lapisan bawah dan dibiarkan beberapa hari. Pada lubang tanaman itu, ditempatkan pancang-pancang bambu, dengan 2 pacang per lubang.


Cara penanaman sagu dilakukan dengan membenamkan dangkel/umbi ke dalam lubang tanam yang telah si siapkan. Bagian pangkal dangkel ditutup dengan tanah remah yang dicampur dengan gambut. Tanah penutup tidak perlu ditekan, tetapi pastikan bahwa dangkel tidak bergerak. Tanah lapisan atas dimasukkan ke dalam lubang hingga separuhnya, dan jika mungkin, dicampur dengan puing-puing. Akar-akar dibenamkan ke dalam tanah penutup lubang dan bagian pangkalnya sedikit ditekan ke dalam tanah.


Penyiangan (Pengendalian Gulma) Pada Tanaman Sagu

Penyiangan dilakukan terhadap gulma yang muncul di kebun sagu muda (3-4 tahun), karena pada umur tersebut sagu rawan terhadap serangan hama. Gulma juga dapat meningkatkan peluang kebakaran di kebun. Proses penyiangan dapat dilakukan dengan menggunakan alat seperti tangan, sabit, parang, cangkul, dan sebagainya. Hasil dari penyiangan kemudian dipendam atau dikomposkan. Bila gulma mengandung hama atau vektor dan kayu, gulma tersebut dibakar dan abunya digunakan sebagai pupuk.


Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Sagu

Tanaman sagu sering mengalami serangan hama dan penyakit yang dapat mengurangi hasil panen. Beberapa jenis hama yang sering menyerang tanaman sagu adalah:

  1. Kumbang (Oryctes rhinoceros sp.): Serangan hama ini ditandai dengan adanya lubang pada pucuk daun yang terlihat seperti telah dipotong menggunakan gunting dalam bentuk segitiga. Pengendalian serangan hama ini dapat dilakukan dengan cara mekanik, yaitu dengan menebang dan membakar pohon sagu yang terkena serangan, atau dengan cara biologis, yaitu dengan menggunakan musuh alami hama ini.
  2. Kumbang sagu (Rhynchophorus sp): Serangan hama ini biasanya terjadi setelah serangan hama kumbang Oryctes rhinoceros sp. Kumbang sagu ini meletakkan telurnya di luka bekas serangan kumbang Oryctes rhinoceros sp. Jika serangan terjadi pada titik tumbuh, dapat menyebabkan kematian pohon. Pengendalian serangan hama ini dapat dilakukan dengan cara mekanik atau biologis.
  3. Ulat daun Artona (Artona catoxantha, Hamps. Atau Brachartona catoxantha): Ulat daun ini tidak hanya merusak daun sagu, tetapi juga menyerang bagian daging buah. Ulat daun ini menyerang jaringan dalam daun. Pengendalian serangan hama ini dapat dilakukan dengan cara mekanik atau biologis.
  4. Babi hutan: Binatang ini merusak sagu pada tingkat semai dan sapihan (umur 1-3 tahun) dengan cara memakan umbut (pucuk batang yang masih muda). Pengendalian hama binatang ini dapat dilakukan dengan cara memburu dan membunuh binatang ini agar populasinya terkendali.
  5. Kera (Macaca irus): Binatang ini dapat merusak bagian sagu yang masih muda dan sering merusak lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Pengendalian hama binatang ini sama dengan pengendalian hama binatang babi hutan.

Penyakit yang umum terjadi pada tanaman sagu adalah bercak kuning yang disebabkan oleh cendawan Cercospora. Gejala dari penyakit ini adalah munculnya bercak-bercak coklat pada daun.


Pemupukan Tanaman Sagu

Untuk pertumbuhan yang optimal, tanaman sagu membutuhkan unsur hara seperti kalsium, kalium, dan magnesium. Pada hutan sagu liar, pemeliharaan tanaman seperti pemupukan jarang dilakukan. Namun, pada hutan budidaya sagu yang mengejar produktivitas yang optimal, pemupukan dilakukan secara teratur. Beberapa jenis pupuk dan dosis pemupukan untuk tanaman sagu dapat dilihat pada tabel 65.


Pemupukan dilakukan dengan cara membenamkan pupuk ke dalam tanah agar tidak terbawa air sebelum diserap oleh akar tanaman di daerah rawa atau dataran rendah yang sering terjadi banjir. Pemupukan dilakukan secara melingkar di sekitar rumpun atau secara lokal di daun sisi rumpun pada jarak pertengahan antara ujung tajuk dengan pohon atau rumpun sagu.


Untuk tanaman sagu muda yang akan dipanen setahun kemudian, pemupukan dilakukan 1-2 kali setahun. Pemupukan sekali setahun dilakukan pada awal musim hujan, sedangkan pemupukan dua kali setahun dilakukan pada awal dan akhir musim hujan, masing-masing dengan setengah dosis.


Panen Tanaman sagu

Tanaman sagu dapat dipanen setelah usianya mencapai 6-7 tahun. Tanda lain bahwa tanaman sagu sudah siap dipanen adalah bila ujung batang mulai membengkak, disusul dengan keluarnya selubung bunga dan pelepah daun yang berwarna putih terutama pada bagian luarnya. Biasanya, tinggi pohon tanaman sagu kisaran 10-15 m, dengan diameter 60-70 cm, tebal kulit luar biasanya sekitar 10 cm, dan tebal batang yang mengandung pati sagu 50-60 cm.


Untuk dapat menentukan pohon sagu yang suda siap dipanen, dapat diamati melalui perubahan yang terjadi pada daunnya, duri, pucuk, dan batang tanaman. Beberapa cara lain untuk menentukan pohon sagu siap panen.

Ada beberapa tingkat kematangan sagu yang perlu diperhatikan saat melakukan pemanenan, yaitu:

  1. Tingkat Wela/Putus Duri: Pada tingkatan ini, sebagian duri pada pelepah daun sagu sudah lenyap, namun kematangan sagu belum sempurna dan kandungan patinya masih rendah. Walaupun demikian, jika diperlukan, sagu pada tingkat ini juga dapat dipanen.
  2. Tingkat Maputih: Pada tingkat ini, pelepah daun sudah mulai menguning, dan hampir seluruh duri pada pelepah daun sudah lenyap, kecuali sedikit yang masih tersisa di bagian pangkal pelepah. Daun muda yang mulai terbentuk juga menjadi semakin pandek dan kecil. Pada tingkat ini, sagu jenis Metroxylon rumphii Martius sudah siap dipanen karena kandungan acinya sangat tinggi.
  3. Tingkat Maputih Masa/Masa Jantung: Pada tingkat ini, semua pelepah daun sudah menguning, dan kuncup bunga mulai muncul. Kandungan patinya telah padat mulai dari pangkal batang hingga ujung batang. Ini merupakan fase yang tepat untuk memanen sagu ihur (Metroxylon sylvester Martius).
  4. Tingkat Siri Buah: Pada tingkat ini, merupakan tingkat kematangan terakhir, di mana kuncup bunga sagu telah mekar dan bercabang seperti tanduk rusa, serta buah mulai terbentuk. Ini merupakan saat ideal  untuk memanen sagu jenis Metroxylon longisipium Martius.


Langkah-langkah dalam pemanenan sagu adalah sebagai berikut:

  1. Potong sagu serendah mungkin dengan akarnya. Pemotongan dapat dilakukan dengan menggunakan kampak atau mesin pemotong (gergaji mesin).
  2. Setelah dipotong, batang sagu dibersihkan dari pelepah dan sebagian ujung batangnya yang memiliki kandungan aci rendah, sehingga hanya tersisa gelondongan batang sagu sepanjang 6-15 meter. 
  3. Gelondongan tersebut kemudian dipotong-potong menjadi panjang 1-2 meter untuk memudahkan pengangkutan. Berat 1 gelondongan sagu adalah sekitar 120 kg dengan diameter 45 cm dan tebal kulit 3,1 cm. Pemanenan sagu dilakukan kembali setelah jangka waktu 1-2 tahun.


Berdasarkan perkiraan produksi hasil yang paling mendekati kenyataan pada kondisi liar, dengan produksi 40-60 batang/ha/tahun, jumlah empulur 1 ton/batang, Berdasarkan kandungan pati sagu yang sebesar 18,5%, diperkirakan hasil per hektar per tahun adalah 7-11 ton pati sagu kering. Secara teori, dari satu batang pohon tanaman sagu dapat menghasilkan 100-600 Kg pati sagu kering.

By: Hasbulla Buklla

Daftar pustaka :

  • http://budiimanhasansp.blogspot.com/

Posting Komentar untuk "Budidaya Tanaman Sagu di Dataran rendah"