MAKALAH TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN SAGU (TEKNOLOGI PEMELIHARAAN SAGU)
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat tuhan yang maha esa karna atas
berkat rahmat
dan hidayanyalah sehingga tugas kami yang berjudul teknologi
pemeliharaan sagu dapat
terselesaikan tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini kamitidak lupa mengucapkan banyak terimah
kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaikan tugas kami ini
dan tidak lupa juga kami ucapkan terimah kasih kepada teman-teman dan orang tua
yang membantu dalam penyelesaian makalah ini .
Kami menyadari bahwa banyak kekurangan yang mendasar pada tugas kami.oleh
karena itu kami berharap para pembaca memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Akhir kata semoga
makalah ini dapat bermanafaat terutama dalam pembelajaran tek.bududaya sagu.
Palopo
03 Februari 2020
penyusun
DAFTAR ISI
ABSTRAK
Tanaman
sagu (Metroxylon sp.) merupakan tanaman
penghasil karbohidrat yang cukup besar, pengembangan sagu di Indonesia sangat
potensial karena pati yang di hasilkan dari tanaman sagu suda menjadi makanan pokok atau bahan pangan
bagi sebagian penduduk indonesia, seperti papua, ambon, dan sulawesi.
Oleh sebab itu, untuk memperole sagu yang
bermutu serta produksi yang maksimal, perlu penanganan budidaya yang tepat, selain
pratanam, panen dan pasca panen, hal yang sangat penting dalam penangan
budidaya sagu yaitu pemeliharaan sagu mulai dari penjarangan, penyiangan gulma,
pengendalian hama penyakit, sampai pemupukan.
Kata
kunci : tanaman sagu, teknologi pemeliharaan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Sebagai negara
yang terletak di daerah yang beriklim tropika basah, Indonesia kaya akan tanaman
penghasil karbohidrat serta bisa menjadi sumber penghasil karbohidrat terbesar
di dunia. Biasanya karbohidrat tersebut diperoleh dari tanaman biji–bijian
seperti beras, jagung, gandum, sorghum dan sebagainya. Dapat juga diperoleh
dari umbi-umbian seperti ubi jalar, ubi kayu, garut, talas, ganyong dan
sebagainya. Selain dari biji-bijian dan umbi tesebut ada juga beberapa tanaman
lain yang bisa menghasilkan karbohidrat atau pati pada bagian batang seperti Sagu
(Metroxylon spp.), Aren (Arenga pinnata) dan semacamnya.
Dari aspek
budidaya, tanaman Sagu memiliki beberapa kelebihan yaitu potensi produksinya yang
tinggi, dapat tumbuh serta berproduksi pada daerah rawa. Sagu termasuk kedalam
kelompok tanaman tahunan serta cocok untuk daerah basah yaitu dataran rendah tropis, yang
mana daerah ini cocok untuk usaha budidaya tanaman musiman yang tanpa irigasi
masih merupakan suatu hal yang sulit realisasikan.
Sampai saat
ini pemanfaatan dari Sagu di Indonesia dalam bentuk pangan yang masi
tradisional, misalnya dimanfaatkan sebagai konsumsi bahan makanan pokok dalam
bentuk Papeda. Selain dari itu juga dimanfaatkan dalam pembuatan aneka kue
tepung dari Sagu misalnya Akusa, bagea atau aneka Kue Sagu.
Pengembangan tanaman sagu di Indonesia memiliki
tujuan untuk mengoptimalkan sumberdaya serta pengolahan berkelanjutan dalam
rangka membangun ketahanan pangan serta mendorong terwujudnya agribisnis dari
tanaman sagu. Permintaan dari komoditas sagu baik itu di dalam maupun luar
negeri, terus mengalami peningkatan karena sagu dibutuhkan dalam industri
pangan, kertas dan tekstil. Akibat dari peningkatan permintaan komoditas sagu
menyebabkan adanya eksploitasi tanaman sagu secara besar-besaran. Keadaan inilah
yang mengakibatkan terjadinya erosi genetik dari tanaman sagu potensial apabila
tidak diikuti dengan usaha meliputi konservasi dan rehabilitasi dari sagu potensial
tesebut. Budidaya dari tanaman sagu merupakan suatu langkah yang tepat
dilakukan untuk mengatasi adanya masalah tersebut. Pengembangan perkebunan sagu
komersial memerlukan tanam yang unggul dalam jumlah besar. Selain itu Dalam
budidaya tanaman sagu tahapan pemeliharaan merupakan aspek penting yang harus
diperhatikan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana
teknologi
pemeliharaan sagu yang
benar?
1.3 TUJUAN MAKALAH
Dapat mengetahui teknologi pemeliharaan sagu
BAB II
TUJUAN
Dengan
dibuatnya makalah ini diharapakan dapat menjadi bahan acuan dalam budidaya tanaman
sagu, khususnya pada tahapan pemeliharaan tanaman sagu, mulai dari :
1.
Penjarangan padan tanamn sagu.
2.
Pengendalian gulma.
3.
Pengendalian hama.
4.
Pengendalian penyakit.
5.
Pemupukan.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
TEKNOLOGI PEMELIHARAAN SAGU
Dalam tahapan budidaya sagu
pemeliharaan akan dilakukan setelah melalui proses penanaman dilakukan di
lapang. Pemeliharaan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh pati yang lebih
optimal yang meliputi: pengendalian gulma (rumput liar), penjarangan anakan,
pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, penyulaman serta penanggulangan
kebakaran (Irawan, 2004).
3.1 PENJARANGAN
Setelah tanaman sagu tumbuh subur, biasanya di sekeliling
tanaman sagu akan muncul tunas-tunas yang lama-kelamaan akan berkembang menjadi
anakan tanaman sagu. Pertumbuhan anakan dari sagu tersebut selain akan
menyebabkan tegakan tanaman akan semakin rapat yang dapat menyulitkan saat
pemeliharaan dan juga pada saat pemanenan, juga akan tterjadi kompetisi atau persaingan
bagi pohon induk untuk mendapatkan unsur hara dari dalam tanah serta cahaya
matahari. Adanya Persaingan tersebut dapat mengakibatkan kandungan aci dalam
batang tanaman sagu akan berkurang dan menghambat pertumbuhan pada batang
utama. Dengan demikian maka secara otomatis produktivitas dapat menurun.
Oleh sebab itu harus dilakukan penjarangan anakan sagu
atau pemangkasan pada anakan sagu. Menurut Bintoro (2008) agar sagu dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik, maka didalam satu rumpun tanaman sagu
maksimal terdapat 10 tanaman dengan beragam tingkatan umur. Dalam 1-2 tahun
hanya dibiarkan satu anakan sagu yang boleh tumbuh. Dengan demikian dalam 1-2
tahun akan diperoleh 1 pohon sagu untuk di panen. Menurut Tong dalam
Haryanto (1992) penjarangan pada tegakan pohon sagu dalam kebun-kebun idealnya
sekali saja dalam setahun. Jumlah pohon yang akan disisakan atau dibiarkan tetap
tumbuh dalam satu rumpun bisa juga tergantung dari jenis dan spesies tanaman
sagu dan tingkat pertumbuhannya.
3.2 PENGENDALIAN GULMA
Pemelihraan selanjtnya adalah pengendalian gulma atau rumput
liar. Definisi gulma merupakan tumbuhan liar yang tidak diharapkan kehadirannya
dan dapat mengganggu pertumbuhan tanaman pokok. Pengendalian gulma di perkebunan
tanaman sagu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan maupun perkembangan tanaman
sagu. Gulma dapat menyebabkan tanaman utama terhambat pertumbuhan serta
perkembangannya terutama jika gulma telah ada pada fase kritis tanaman sagu
(Amarillis, 2009). Pengendalian gulma bisa dilakukan dengan cara manual, mekanis
,ataupun kimia, yaitu dengan menggunakan herbisida. Pengendalian dapat dilakukan
di sekitar piringan tanaman tanaman sagu dan pada lorongnya. Pengendalian gulma
juga dapat bertujuan untuk memudahkan dalam operasional kebun sagu.
Pengendalian gulma pada piringan juga akan mengefisienkan pupuk yang diberikan
dan menghindari hama dan penyakit.
3.3 PENGENDALIAN HAMA
Hama kumbang OryctesHama yang menyerang tanaman sagu
dapat dikendalikan secara terpadu melalui tindakan sanitasi, pemanfaatan musuh
alami seperti Baculovirus oryctes dan Metarhizium anisopliae, kapur barus, penggunaan
feromon, dan serbuk mimba.
Sanitasi : dilakukan dengan cara menebang tanaman yang
sudah mati kemudian kayunya dimanfaatkan untuk kayu bangunan, perabot rumah
tangga atau kayu bakar ataupun kayu dimusnahkan.
Penggunaan Baculovirus oryctes :untuk mengendalikan
populasi hama Oryctes di lapangan. Kumbang Oryctesyang terinfeksi Baculovirus
sudah tersedia di laboratorium BALIT PALMA. Untuk pertanaman sagu seluas 1 ha
cukup dilepas 5 – 10 ekor terinfeksi Baculovirus.
Pemanfaatan feromon : kumbang Oryctes diperangkap
menggunakan pipa PVC yang bagian bawahnya ditutup dengan sepotong kayu. Dua
lubang dibuat pada jarak 26 cm dari bagian atas pipa, dan 130 cm dari bagian
bawah pipa. Lubang masuk dibuat dengan ukuran lebar 20 cm dan tinggi 10 cm
untuk jalan masuk Oryctes. Feromon sintetik digantung lubang masuk tersebut.
Setiap perangkap dimasukkan 2 kg serbuk gergaji dan Metarhizium. Dua – tiga
feromon dibutuhkan untuk setiap hektar pertanaman sagu.
Pemanfaatan kanfer (naftalene balls) : Kanfer
digunakan sebagai penolak (repellen) untuk hama Oryctes. Pada tanaman sagu
digunakan sekitar 3.5 g kanfer per pohon, yang diletakkan pada tiga pangkal
pelepah dibagian pucuk. Aplikasi diulang setiap 45 hari.
Pemanfaatan serbuk mimba (powdered neem oil cake) :
Serbuk mimba (250 g) dicampur dengan 250 g pasir kemudian diaplikasikan pada
pucuk sagu yang menjadi tempat masuk Oryctes. Aplikasi dilakukan pada 3-4
pangkal pelepah pada bagian dengan interval 45 hari.
Hama SexavaUsaha pengendalian hama Sexava telah
dilakukan secara mekanis, kultur teknis, hayati maupun secara kimia tetapi
hingga sekarang belum diperoleh hasil yang memuaskan. Beberapa teknik
pengendalian yang dapat diaplikasikan, yaitu:
Pelepasan parasitoid telur Leefmansia bicolor :
keberhasilan parasitoid telur L. bicolor untuk menginfeksi telur, di laboratorium
bervariasi dari 51-76.75% Imago parasitoid L. bicolor (kiri) dan telur dengan
lobang tempat keluar parasitoid (kanan).
Penggunaan Bioinsektisida Metabron: Bioinsektisida Metabron
dengan bahan aktif cendawan Metarhizium anisopliae var. anisopliae dapat
menyebabkan mortalitas nimfa Sexava 90.25% dan imago 86.26%. Bioinsektisida ini
lebih diutamakan untuk mengendalikan hama Sexava yang menyerang tanaman muda
berumur < 5 tahun atau tanaman inang lain seperti pada pisang atau pandan.
Penggunaan lem serangga: Pemanfaatan lem serangga
dipasang pada batang sagu memberikan harapan baru dalam pengendalian hama
Sexava. Pemanfaatan Lem Penarik nimfa Sexava (OPT) Rata-rata jumlah nimfa Sexava
yang terperangkap 1.46 individu, dan jika daya rekat dapat bertahan 3 bulan
maka jumlah nimfa yang tertangkap yaitu 131 individu/pohon. Cara ini dapat
menekan populasi hama di lapangan apabila dilakukan secara berkesinambungan.
Perangkap Sexava tipe BALIT PALMA MLA (perangkap ini
dapat menangkap 0.9 - 6.6 nimfa/pohon atau rata-rata 3.04 nimfa/pohon/hari dan
0.04 imago/pohon/hari. Jika perangkap ini diaplikasikan dalam satu areal yang
luas maka diharapkan dapat menekan populasi sampai pada batas tidak merugikan
Sanitasi Kebun
dan Penanaman Tanaman Sela : Sexava meletakkan telur di tanah sekitar
pertanaman. Sanitasi atau pengolahan tanah, secara tidak langsung dapat
mengendalikan populasi hama ini karena dapat merusak telur-telur yang ada di
sekitar perakaran. Usaha diversifikasi dengan menanam tanaman tahunan lainnya
seperti pala, cengkeh, kopi, dan vanili ataupun tanaman setahun diantara
tanaman sagu merupakan salah satu alternatif yang dapat diandalkan untuk
mengatasi serangan hama Sexava dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani.
Pengendalian
Kimia: cara ini dilakukan apabila perlu. Insektisida sistemik yang dianjurkan
yaitu yang berbahan aktif dimehipo. Aplikasi dapat dilakukan melalui infus akar
untuk tanaman muda dan injeksi batang untuk tanaman tua. Dosis yang digunakan
yaitu 10 ml/pohon, aplikasi 2 kali setahun dengan interval 3 bulan. Injeksi
batang dengan menggunakan ketiga jenis insektisida sistemik tersebut dapat
menyebabkan mortalitas Sexava 100%.
Arthona catoxantha Hama ini dapat menyebabkan
kerusakan yang serius pada tanaman sagu di Pulau Jawa, Sumatera, dan
Kalimantan. Pengendalian dapat dilakukan dengan: a)Pengendalian Hayati: Salah
satu parasitoid utama yaitu Apanteles artonae yang mempunyai kemampuan yang
tinggi dalam mencari inang walaupun populasi rendah. Parasitoid lain yang
potensial yaitu Bessa remota. Pengendalian Kimiawi: Dianjurkan menggunakan
insektisida sistemik apabila terdapat lebih dari 3 butir telur dan larva muda
per anak daun yang diamati.
Kumbang Sagu Rhynchophorus ferrugineus) Kumbang dewasa
3-4 cm, warna merah berkarat, mulut seperti belalai. Ciri dari serangan hama
ini yaitu, serangan sekunder setelah kumbang oryctes biasanya meletakkan telur
di luka bekas oryctes. Bila serangan terjadi pada titik tumbuh dapat menyebabkan
kematian pohon. Sanitasi: serangan kumbang sagu seringkali merupakan kelanjutan
serangan O. rhinoceros, oleh karena itu serangan O. rhinoceros harus dihindari.
Membersihkan kebun dan memotong serta memusnahkan pohon kelapa yang sudah mati
agar tidak menjadi sumber infeksi.
Pemanfaatan musuh alami: Parasitoid larva (Scolia
erratica), Nematoda entomopatogen pada stadia larva dan imago (Heterorhabditis
indicus, Steinernema riobrave, dan S. carpocapsae)
Menggunakan
perangkap feromon.
3.4 PENGENDALIAN PENYAKIT
Penyakit
Penyakit yang biasanya terdapat pada tanaman sagu yaitu bercak kuning yang
disebabkan oleh cendawan Cercospora. Ada pun Gejala dari penyakit ini adalah
daun berbercak–bercak coklat dan dapat mengakibatkan seluruh daun berbercak-bercak
kering atau berlubang-lubang. Bila serangan cukup hebat, kanopi tanaman sagu
nampak meranggas. Pengendalian: belum ada secara khusus, hanya pemakaian
fungisida dan sanitasi lingkungan.
3.5 PEMUPUKAN
Pada tanaman sagu rakyat tidak
pernah dilakukan pemupukan. Tanaman sagu akan tumbuh dengan baik apabila hara
di dalam tanah tersedia cukup. Menurut Flach dalam Bintoro (2008),
apabila dalam 1 ha dipanen 136 batang sagu maka hara yang terangkut panen
sebanyak 100 kg N, 70 kg P2O5, 240 kg K2O dan 80 kg MgO serta berbagai unsur
mikro. Oleh karena itu pemupukan sangat perlu dilakukan agar unsur hara yang
dibutuhkan tanaman sagu tersedia sehingga produksi yang tinggi akan tercapai.
Menurut Bintoro (2008), hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pemupukan adalah sebagai berikut:
Perencanaan sebelum mengadakan pemupukan, perencanaan
menyangkut kondisi dan waktu yang
tepat dalam pemupukan seperti tersedianya pupuk, tenaga kerja, cuaca dan alat
pengangkut pupuk.
Menghindari tercecernya pupuk di sepanjang jalan atau
areal penanaman.
Penempatan pupuk yang tepat dan sesuai dengan dosis
anjuran.
Tidak mengenai pelepah daun dan lingkaran piringan
tanaman sagu harus bersih dari gulma dan sampah.
Dalam pelaksanaan pemupukan di lapangan unsur makro
ditanam disekeliling tanaman dengan sistem empat penjuru (membuat tugal atau
lobang tanam).
Unsur mikro ditabur di seputar lingkaran tanaman yang
sudah bersih dengan kriteria tidak terlalu dekat dengan batang tanaman (kurang
lebih 50 cm dari rumpun tanaman).
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Tahapan pemeliharaan merupakan aspek
penting dalam budidaya tanaman sagu untuk memperoleh pati yang optimal.
Pemeliharaan meliputi pengendalian gulma, penjarangan anakan, pemupukan,
pengendalian hama penyakit dan penyulaman. Untuk memperoleh pati yang optimal
dari tanaman sagu maka semua tahapan pemeliharaan harus diperhatikan dan
dilaksanakan dengan baik.
4.2 SARAN
Potensi sagu di indonesia sangat besar tetapi pemanfaatannnya belum secara
optimal. Sagu masih banyak berupa hutan sagu yang tumbuh alami. Eksploitasi
yang terus dilakukan dapat menyebabkan ketidakseimbangan produksi dan terjadi
degradasi pertumbuhan sagu. Dalam upaya mengatasi hal tersebut maka perlu
dilakukan budidaya sagu secara intensif dan kedepannya banyak perusahaan yang
membudidayakan sagu.
DAFTAR PUSTAKA
Amarilis, Sandra.
2009. Aspek Pengendalian Gulma di Perkebunan Sagu (Metroxylon sp.) PT National Timber and Forest Product unit HTI
Murni Sagu Selat Panjang, Riau. Skripsi. Departemen Agronomi Hortikultura IPB.
Bogor.
Bintoro, H.M.H. 1999. Pemberdayaan tanaman sagu sabagai penghasil bahan pangan alternative
dan bahan baku agroindustri yang potensial dalam rangka ketahanan pangan
nasional. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Tanaman Perkebunan Fakultas
Pertanian, IPB. Bogor. 69 hal.
Bintoro, H.M.H. 2008. Bercocok Tanam Sagu. IPB Press. Bogor. 71 hal.
Haryanto, B. dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius.
Yogyakarta. 140 hal.
Irawan, A.F. 2004. Pengelolaan
Persemaian Bibit Sagu (Metroxylon sp.)
PT National Timber and Forest Product unit HTI Murni Sagu Selat Panjang, Riau.
Skripsi. Departemen Agronomi Hortikultura IPB. Bogor.
Rusli, Y. 2007. Pengembangan
Sagu di Indonesia: Strategi, Potensi dan Penyebarannya. Prosiding Lokakarya
Pengembangan Sagu di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
Bogor. Halaman 17.
Posting Komentar untuk "MAKALAH TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN SAGU (TEKNOLOGI PEMELIHARAAN SAGU)"